Posts

Showing posts from July, 2016

Latihan Ambil Resiko

Dua hari terakhir ini, hari seakan berubah menjadi neraka. Neraka sering diartikan sebagai api penyiksaan atau penyucian. Kejadian yang aku alami tidak persis seperti itu, karena tentu saja, tidak pernah ada orang hidup yang pernah melihat neraka. Bahkan, api penyiksaan dan gambarannya pun hanya diprediksikan oleh manusia, sehingga gambaran neraka asli dengan neraka prediksi manusia bisa jadi jauh perbedaannya. Namun intinya sama. Penyiksaan. Tantangan. Resiko. Aku mengalaminya selama dua hari ini. Enam sampai tujuh jam bermain musik, di dua tempat yang berbeda. Bahkan, itu terjadi setelah aku pulang sekolah. Selama dua hari ini, tidak pernah ada yang namanya istirahat selain tidur. Namun, prediksi manusia tidak berhenti sampai situ. Neraka sering dijabarkan sebagai api penyucian, karena melalui api penyucian itu, dosa manusia yang sudah meninggal akan dibersihkan, kemudian manusia yang sudah suci itu pun masuk ke surga, dan menikmati segala yang ada di sana. Begitu pula dengan k

Tidak Ada Kata Cengeng

Sekolah adalah tempat kita belajar sekaligus bertemu dengan teman-teman kita. Itu menjadi sesuatu hal yang cukup menyenangkan, karena di sekolah, kita bisa belajar maupun bermain bersama-sama dengan teman kita. Namun, tidak jarang juga, banyak anak-anak yang membuat sekolah menjadi beban, bukan untuk mencari ilmu maupun relasi terhadap teman. Terutama di kelas 6. Seperti yang sudah pernah diperbincangkan pada serial-serial sebelumnya , kelas 6 adalah kelas yang paling berat di SD. Kenapa? Karena, secara garis besar, kelas 6 adalah transisi dari SD menuju ke SMP. Selain itu, kelas 6 itu sendiri juga merupakan sebuah penentuan, apakah kita lulus SD atau tidak. Jika lulus, maka kita akan memasuki SMP. Namun, bila tidak lulus, dengan sangat amat terpaksa, kita harus mengulang pelajaran kelas 6 dari awal, yang tentu saja, membuat kita malu sekaligus bosan karenanya. Karena tugas yang berat itu, maka, di mana-mana, baik itu kepala sekolah, guru, maupun orangtua, selalu mengingatkan se

Dikejar Genderuwo

Hari-hari sekolah sudah tiba. Dua minggu pertama sekolah sudah dipenuhi dengan banyak kehebohan, atau lebih tepatnya kegiatan super-sibuk. Kamis, 28 Juli 2016, jam 15.15 aku sudah  stand-by  di Taman Budaya, tempat kami akan melakukan gladi kotor untuk pentas 30 Juli. Latihan berlangsung hingga jam 17.30. Kembali sampai rumah jam 18.11. Ayahku menyambut kami dengan wajah kusam. Tampaknya baru saja bangun tidur. Namun, secercah kesegaran tampak dari sorot matanya. “Jam 20.00 kita latihan di Banteng. Acara perayaan mengenang 1000 hari meninggalnya Mas Agus Bewok direncanakan 6 Agustus. Malam ini gabungan latihan musik dan koornya,” suara ayahku datar.   Jadilah Kamis sore itu aku berlatih musik di dua tempat yang berbeda, untuk kepentingan yang berbeda pula. Hari Jumat tidak kalah super-heboh. Jam 14.30 direncanakan gladi bersih di Taman Budaya. Jam 18.00 latihan lagi dengan koor Lingkungan Veronica, Sagan. Sabtu pun juga demikian. Jam 18.00 Tampil di Taman Budaya. Minggu pagi, jam

Peri Rumah Pinjam ATM

Pada serial sebelumnya, kita sudah membahas tentang kemisteriusan seorang peri rumah yang tetap misterius, tanpa memberi sedikitpun kesempatan bagi kami untuk menyingkapkan rahasia secuilpun di sana. Singkat cerita, peri rumah itu (mungkin) membuat buku-buku atau part-part yang hilang pada serial sebelumnya muncul di laci yang lebih dari enam bulan tidak dibuka. Selama beberapa hari, kami memikirkan hal itu. Karena, bagaimanapun juga, manusia adalah makhluk yang selalu ingin tahu. Karena sifat dasar kami itu, ditambah rasa penasaran yang tinggi, maka kami meneliti dan mengecek. Ternyata, di bagian belakang laci bagian atas, ada sebuah lubang kecil. Di situlah part yang kami letakkan jatuh ke bawah. Dan anehnya, ketika jatuh, posisi part itu tidak berubah ketika jatuh. Itu mungkin ada teorinya, yang tidak bisa aku sebutkan di sini. Lagipula, aku juga tidak tahu menahu tentang teori itu. Intinya, itulah solusi yang kami cari berhari-hari lamanya. Akhirnya, sifat manusia menang dalam

Misteri Peri Rumah

Selama hidup kita, kita pasti akan mengalami kejadian unik dan aneh. Dan, menurutku, kejadian unik ini bisa dibagi menjadi dua. Kejadian unik di dalam kendali kita sendiri, dan kejadian unik di luar kendali kita. Tentu, sesuai istilahnya, kejadian unik di dalam kendali tentu saja kejadian yang dapat diperbaiki atau ditelaah oleh manusia. Namun, kejadian di luar kendali, tentu saja kejadian yang tidak masuk akal dan tidak dapat dipecahkan manusia. Di cerita ini, kita akan membahas tentang kejadian unik yang tidak masuk akal. Omong-omong, berbagai kejadian di cerita ini terjadi saat liburan tengah tahun. Waktu liburan memang menjadi salah satu waktu yang paling menyenangkan. Tepatnya, itu merupakan waktu yang memungkinkan diriku memiliki lebih banyak kebebasan. Bebas menggunakan waktu untuk bermain. Kedua orang tuaku memang memberikan keleluasaan bagi diriku untuk menikmati waktu kebebasan macam itu. Tentu waktu bermain bukan tanpa batas. Kadang, setelah sementara waktu aku bermain,

Sang Nabi Pemarah

Selama sekolah, kita pasti akan mengalami berbagai pengalaman, entah itu pengalaman biasa, menarik, atau bahkan menakjubkan. Kali ini, aku akan membahas pengalaman yang biasa aku alami, walaupun belum tentu semua anak mengalaminya, di sekolah. Pengalaman apa? Menjadi pembaca Kitab Suci. Stop! Yang dimaksud kitab suci di sini tentu saja bukan Al Quran, Weda, Wu Jing, maupun Tripitaka. Namun, yang dimaksud kitab di sini adalah Injil, Alkitab, atau the Bible. Suka atau tidak, selama tiga tahun terakhir, aku selalu menjadi spesialis baca Kitab Suci, tiap kali ada Perayaan Ekaristi di sekolah. Dalam tradisi Katholik, pembaca Kitab Suci mendapatkan sebutan Lektor.  Spesialis? Awalnya aku tidak begitu tahu mengapa menjadi seperti ini. Tapi yang jelas, setiap kali ada lomba Lektor di sekitar Yogyakarta, aku selalu dikirim oleh SD Kansas, tempat aku bersekolah. Setiap kali mendapat penugasan itu, aku selalu mendapatkan tropi kejuaraan! Juara I. Sebenarnya, tidak ada yang istimewa lho. Pert

Hadiah Pilih Sendiri

Hari ulang tahun memang menjadi sebuah hal yang istimewa bagi setiap orang yang sedang mengalaminya. Itupun terjadi pada keluarga kami. Namun, tidak seperti sewajarnya, kami jarang merayakan ulang tahun salah satu anggota keluarga kami dengan cara yang super-heboh. Dan, selama ingatan kami, kami hanya pernah merayakan ulang tahunku sekali dalam seumur hidup. SEKALI. Bayangkan. Ketika kebanyakan cenderung berpesta, berhura-hura, merayakan ulang tahun mereka,  kami cenderung memilih melakukan kegiatan yang lebih sederhana. Kami hanya saling mengucapkan selamat ulang tahun, secara bermakna, kepada kami masing-masing, lalu lewat. Kami hanya merayakan ulang tahun lewat perkataan. Tidak lebih dan tidak kurang. Namun, dalam cerita ini, kita akan membahas, betapa menyenangkan kesederhanaan penyampaian selamat ulang tahun melalui pesta kecil-kecilan saja. Begitu pagi menjemput, dan kesadaranku mulai pulih, Bapak membisikkan sesuatu di telingaku, “Ayo, sampaikan ucapan selamat pada Mama yan

Sukarelawan yang "Disegani"

Yang namanya pengalaman, kita selalu mengalami setiap waktu di dalam kehidupan kita. Namun, semua pengalaman itu tidak selalu unik jika ditulis dalam bentuk cerita. Itulah halangan kami sehari-hari. Tetapi, kami mampu membuat pengalaman yang biasa itu menjadi pengalaman yang unik dan menyenangkan. Mengapa? Karena kami terbiasa dengan hal itu. Hal-hal biasa, atau pengalaman biasa, kami ambil keunikan yang belum tentu diperhatikan orang lain. Contohnya kemarin. Selama berangkat sekolah sampai pulang sekolah, tidak ada sama sekali keunikan yang muncul. Setelah pulang sekolah, baru keunikan-keunikan kecil muncul dari pengalaman kecil kami ini. Seperti biasa, setelah pulang sekolah, aku selalu mempunyai kewajiban menulis cerita. Satu jam kemudian, cerita selesai ditulis olehku. Cerita itu berjudul Suapan tanpa Ketulusan . Begitu selesai, seperti biasa, aku langsung bermain game dengan asyik. Namun, belum selesai bermain game, guru privat matematikaku, Mbak Ari, datang. Akhirnya, denga

Suapan tanpa Ketulusan

Seperti keluarga yang lainnya, tentu saja, kami adalah keluarga yang biasa-biasa saja. Keluarga yang bisa dibilang wajar-wajar saja. Keluarga kami memiliki siklus tidur, bangun, makan, melakukan berbagai kegiatan, makan, dan seterusnya. Sama seperti keluarga yang lain. Namun, kadang ada ketidak-wajaran dari keluarga kami. Apa? Wah, tentu terlalu banyak kalau hendak disebut satu per satu.  Hanya satu saja yang akan dibahas dalam cerita ini. Bagi sejumlah keluarga, makan malam identik dengan mencari warung makan, atau rumah makan, dan langsung menikmati makanan di sana. Bagi kami, cara makan malam dengan cara itu sangatlah jarang. Kami hampir selalu memilih untuk makan malam di dalam rumah. Dan kami pun bisa dikatakan tidak terlalu kreatif untuk cari makan malam. Paling-paling kami hanya cari terong crispy pedas, tempe goreng, maupun pecel lele. Kadang ayam goreng. Mama biasanya sudah menyiapkan nasi di rumah. Kali ini kami agak berbeda. Kami, tentu saja, akan makan malam bersam

Kelapa yang Gagal Bawa Bencana

Kita, dalam sehari-hari, pasti selalu mengalami hal yang cukup menarik apabila diriset dan dijabarkan dalam suatu tulisan. Contohnya pengalamanku pada saat aku dijemput oleh ibuku. Pada waktu itu, matahari masih di ubun-ubun, tapi sedikit mulai condong ke arah barat. Tepatnya pada pukul 1. Pada waktu itu pula, aku dijemput oleh ibuku dari sekolahanku ke rumah. Dengan motornya, ibuku mengendarai motor dengan kecepatan tinggi bagaikan setan. Apabila kalian tahu, ibuku, dahulu, dijuluki sebagai ‘pembalap MotoGP ’ di desaku oleh ibu temanku. Kenapa? Karena ibuku terkenal ngebut kalau mengendarai motor. Namun, tentu saja, ibuku tidak sembarang mengebut. Ia selalu memperhatikan keadaan sekitar apabila sedang mengebut . Jadi, apabila ibuku itu ngebut ketika mengendarai sepeda motor, ia selalu hati-hati. Kebetulan, hari ini sepi, jadi ibuku bisa bebas mengebut , tanpa kehilangan sikap berhati-hati. Oke, lewati saja hal itu. Kembali ke pokok utama. Ketika kami dalam perjalanan pulang, ada

Tetap Beruntung Dalam Ketidakberuntungan

Yang namanya sekolah, itu selalu menuntut kedisiplinan siswa-siswinya. Mengapa? Karena, di Indonesia ini, banyak sekali anak yang tidak tertib. Mengapa demikian? Tentu ada banyak alasan yang menghalangi mereka datang tepat waktu. Tidak sedikit juga anak yang tidak tertib karena kecerobohan mereka. Kali ini, aku menceritakan keterlambatanku pergi ke sekolah. Bukan karena kecerobohan, atau bangun kesiangan. Penyebabnya beda dari yang lain. Pada waktu itu, hari masih benar-benar subuh. Jam dinding menunjukkan pukul 4.40, ketika aku dibangunkan oleh kedua orangtuaku. Dengan mataku yang masih berat, aku bangun dari tempat tidur untuk mandi. Dengan segera, setelah keluar dari kamar mandi, aku berganti pakaian dengan rapi. Mataku sudah tidak berat lagi, aku sudah siap untuk melayani. Melayani apa? Setiap hari Selasa dan Rabu, jam setengah enam, aku melayani umat-umat pada misa harian di Gereja Kotabaru. Dengan apa? Tentu saja dengan mengiringi misa memakai alat musik yang bernama ‘organ.

Sesuatu yang Nangkring dan Menjijikkan

Pada serial sebelumnya, kita membahas tentang hari pertama sekolah. Omong-omong, sekolahku itu agak aneh daripada yang lain. Kenapa? Karena, setiap selesai libur panjang, sekolahku selalu mengadakan MOS, atau Masa Orientasi Sekolah. Sekarang, istilah itu diganti oleh peraturan menteri menjadi PLS (Pengenalan Lingkungan Sekolah). Padahal kan, PLS itu hanya dilaksanakan untuk siswa kelas satu yang belum benar-benar mengenal sekolahnya yang baru, yang dilaksanakan selama tiga hari. Namun, itu tidak menggangguku. Itu justru membuat pengalaman asyik tersendiri bagiku. Contohnya, pada hari kedua waktu aku dan teman-temanku masuk sekolah. Pengalaman kami juga tak tergantikan pada hari kedua itu. Ketika mengalami masa PLS, kami lebih sering mengenal sekolah daripada belajar serius. Tapi aku mempunyai pengalaman unik sendiri yang hanya dialami olehku. Seperti biasa, karena tulisanku yang rapi dibandingkan dengan teman-teman laki-lakiku yang lain, maka aku sering disuruh menulis berbagai ma

Cuma Bersih-Bersih Doang

Liburan benar-benar sudah usai. Pada tanggal 18 Juli 2016, hampir semua sekolah memulai tahun ajaran yang baru, termasuk sekolahku. Jadi, singkat cerita, hari Senin tanggal 18 Juli 2016 itu adalah hari pertamaku masuk ketika aku kelas 6. Seperti biasa, hari-hari sekolah dimulai dengan bangun pagi. Aku bangun dengan mata terbuka, untuk memulai hari baru yang paling baru itu. Setelah bangun pagi, aku langsung pergi ke kamar mandi untuk mandi. Begitu selesai mandi, aku memakai baju seragam sekolah dan sarapan. Sarapanku cukup unik. Kenapa? Karena sarapanku bukan roti, telur, nasi, ataupun sereal. Namun Energen. Yup, minuman itulah yang membuatku bertenaga selama beberapa jam, lalu kemudian pada jam 9, sekolah akan mengadakan istirahat, jadi itulah waktuku untuk makan. Oke, lewati saja hal itu. Setelah aku selesai minum Energen, maka, waktunya aku berangkat. Seperti biasa, aku diantar kesekolah oleh ibuku. Perjalanan dari rumahku ke sekolah memakan waktu sekitar lima menit. Sedangkan,

26 Gigitan Nyamuk

Libur hampir usai. Besok hari Senin, tanggal 18 Juli 2016, kebanyakan sekolah, termasuk sekolahku, memulai  tahun ajaran yang baru. Namun, itu tidak membuat kami sekeluarga kehilangan petualangan kami selama liburan. Petualangan yang kami alami bisa jadi justru makin banyak dan beraneka ragam, karena kami tidak hanya berdiam diri di rumah saja, namun bekerja maupun bersekolah. Ibuku termasuk perkecualian. Kenapa? Karena, dia bekerja sebagai ibu rumah tangga, yang berarti, ibuku itu mengurus segala kebutuhan dasar di rumah. Artinya, ketika ibuku tidak pergi bekerja, itu tidak berarti ibuku tidak produktif. Di rumah, ia justru lebih produktif dibanding jika bekerja, karena jika tidak ada ibuku, rumah kami akan kotor dan apak. Oke, lewati saja hal itu. Kali ini, kita akan membahas tentang nyamuk. Pada serial-serial yang terdahulu, topik nyamuk pernah dibahas. Namun, kali ini, kita akan membahas keunikan nyamuk yang lain. Pada waktu itu, pagi hari bersinar cerah. Seperti biasa, terden

Konyol Tanpa Mantol

Liburan memang penuh dengan kegiatan menghibur diri. Di mana-mana, terdapat orang berwisata, mudik, dan bahkan, mereka melakukan kegiatan berselancar di dunia maya. Tapi, kali ini, aku akan menceritakan tentang kekonyolan kami, aku dan ibuku, dalam petualangan liburan kami. Pada waktu itu, siang mulai digantikan sore hari. Aku dan ibuku akan berangkat ke Taman Budaya, tempatku latihan bermain musik biola. Sebentar lagi, tanggal 30 Juli, Taman Budaya, terutama pada bagian musik dan menyanyi, akan pentas. Maka, kami semua yang berpartisipasi dalam pentas itu harus latihan lebih keras lagi, sehingga jadwal latihan ditambah, bukan hanya hari Minggu saja. Contohnya pada hari ini. Omong-omong, setiap hari Minggu pada jam 10, Taman Budaya mengadakan latihan rutin setiap kelompok seni. Perjalanan kami berangkat dengan motor ke Taman Budaya cukup tenang dan menyenangkan. Cuaca cerah, matahari bersinar terang, awanpun tidak terlalu tebal. Kami tidak melewati jalan yang biasa kami lewati saa

Jago kebetulan

Liburan memang menjadi sarana bagi kita semua untuk bermain game dan berselancar di dunia maya. Faktanya, memang banyak orang yang memenuhi hari liburan hanya dengan berselancar di dunia maya yang seakan tanpa batas itu. Tetapi, apa jadinya jika sambungan internet itu putus selama beberapa hari. Tentu saja kita akan bosan dan jenuh, sehingga kita sendiri menjadi frustasi. Itulah yang terjadi pada kami sekeluarga. Pada waktu itu pagi yang cerah berkebalikan dengan suasana hati kami. Mengapa? Karena, Wi-Fi di rumah kami error. Penyebabnya tidak kami ketahui, tentu saja. Kami kan, bukan teknisi yang dapat memperbaiki segala alat elektronik yang rusak. Karena itu, maka, kami hanya bisa berharap bahwa sewaktu-waktu, Wi-Fi kami akan menyala. Namun harapan kami sia-sia. Ibuku mengusulkan, kami meminta kepada Telkom agar Internet diperbaiki. Namun, saran itu belum kesampaian sampai sekarang. Kami sudah berusaha keras memperbaiki Wi-Fi dengan ilmu pengawuran kami yang kadang-kadang manjur, m

Kleptomangga dan selanjutnya Kleptomania?

Pengalaman kami pada liburan ini, yang akan diceritakan pada serial ini, membuat kami belajar lebih banyak sekaligus membuat kami tertawa. Kenapa? Karena kami bukan keluarga yang cengeng dan suka emosi. Apabila keluarga kami mendapatkan suatu halangan, maka kami akan menjadikan itu sebagai tambatan bagi kami untuk belajar lebih banyak lagi. Pada waktu itu, siang menggantikan pagi hari. Kedua orangtuaku akan membeli alas setrika di toko. Aku ditinggal di rumah, karena ingin bermain game. Sebelum pergi, ibuku, seperti biasa, memberi pesan kepadaku agar aku mengunci pintu depan rumah dan tidak membukakan pintu kepada siapa saja yang ingin masuk ke rumah. Wajar apabila ibuku mengatakan hal itu, karena, kalau ada orang yang masuk ke dalam rumah, ia bisa melakukan hal-hal yang tidak kami kehendaki. Aku, tentu saja, mengingat pesan itu setiap kali ibuku memberi pesan kepadaku. Dengan segera, suara motor yang terdengar di depan rumahku mulai menjauh. Aku pun mengunci pintu agar orang tida

Badak VS Orang Jepang

Liburan kali memang kami manfaatkan sebaik mungkin.  Dalam liburan ini pula, kami menemukan begitu banyak kegembiraan. Kami bermain, menulis, main musik.  Namun, sama halnya dengan hidup yang tidak mudah diprediksi, di tengah kegembiraan itu pun, ada-ada saja ketidakberuntungan. Nah, itu yang terjadi. Tentu saja, kalau aku menceritakan hal ini, bukan berarti kami mengeluhkan atas fakta bahwa kami mendapatkan ketidakberuntungan itu. Tidak sama sekali. Kami paham betul, antara senang dan sedih, antara puas dan kecewa, batasnya sangat sempit. Artinya, kami tidak perlu berlarut dalam kepedihan, dan bahkan dalam ketidakberuntungan, kami pun tetap bisa menikmati hidup. Ketidakberuntungan macam apa yang menghampiri kami? Tunggu sebentar lagi. Ini akan jelas seiring dengan untaian kata-kata berikut ini. Kemarin sore, kami, tepatnya aku dan ibuku bermain badminton. Kali ini, aku akan bermain bersama ibuku  karena bapakku sudah masuk kerja. Kami bermain tidak di luar tanah pekarangan kami.

MPU (Main Petak Umpet)

(lanjutan dari seri yang pertama ) Kami bertiga segera keluar untuk mengambil sepeda. Mas Andra tidak ikut, karena dia lelah. Aku, tentu saja, meminjam sepeda mereka. Begitu kami menaiki sepeda kami masing-masing, dengan segera, kami melaju pelan-pelan ke arah rute jalan kami. Berbagai hal mengasyikkan kami alami pada waktu itu, mulai dari kelucuan kami saat saling bercerita, sampai perilaku kami yang aneh, sehingga kami sendiri tertawa sendiri karenanya. Kadang-kadang, kami pulang dulu ke rumah untuk istirahat dan minum, lalu berangkat ke rute yang berbeda, sehingga kami tidak cepat bosan. Namun, cepat atau lambat, kami tentu saja capek dan akhirnya berhenti berpetualang. Begitu sampai rumah, kami langsung memarkirkan sepeda kami. Kami berpikir untuk kesekian kalinya, permainan apa yang akan kami lakukan selanjutnya. Lalu, saudara sepupuku mendapatkan ide permainan petak umpet. Ya, permainan itu memang akan sangat menyenangkan. Namun permasalahannya, kami hanya bertiga. Ketik

Cari Kucing

Pada waktu itu, hari Minggu pagi menjadi kegembiraan tersendiri bagiku. Kenapa? Ada tiga alasan. Pertama, karena aku akan bertemu saudara sepupuku di daerah Godean. Kedua, di sana, tentu saja, kami akan bermain bersama-sama. Dan yang terakhir, kami bisa gembira bersama-sama, merayakan kesenangan kami. Di sana, ayahku akan meminjam salah satu motor saudara sepupuku untuk mengunjungi nenekku yang ada di daerah Pegunungan Menoreh. Dengan kecepatan penuh, mobil kami melaju ke arah Godean. Di jalan, kami banyak bertemu dengan orang yang berplat di luar Jogja. Karena pada hari ini adalah hari keempat Lebaran, maka dapat dipastikan mereka sedang menikmati liburan atau perjalanan kembali ke kota mereka bekerja. Bahkan, kami menemui mobil yang berplat BH, yang berarti dari Jambi, terletak di pulau sebelah, tepatnya Pulau Sumatera. Sesampai di rumah saudara sepupuku, kami memberikan kejutan bagi mereka. Kami memang sengaja tidak menberitahu mereka agar kedatangan kami menjadi semacam kejuta

Telapak yang Terkoyak

Banyak hal yang biasa kami lakukan sekeluarga di dalam liburan. Misalnya, olahraga badminton, bermain musik, menulis cerita, menonton video, dan yang paling terakhir, bermain game. Namun, kali ini, kita akan membahas kegiatan berolahraga badminton yang berakhir cukup dramatis. Pada waktu itu, hari sudah mulai menjelang sore. Seperti biasa, bapakku selalu mengajakku bermain badminton. Aku pun menanggapi ajakan itu dengan bersemangat. Akhirnya, kami semua pergi ke sebelah timur rumah kami untuk bermain badminton. Di sebelah timur rumah kami, ada gang privat milik tetangga kami sebagai jalan masuk keluarnya kendaraan. Namun, kami tentu saja diperbolehkan, karena gang itu hanya sebagai jalan masuk keluar. Jadi, sekali-kali kami harus minggir sebentar apabila ada kendaraan tetangga kami lewat. Begitu kami sampai di situ, dengan asyik dan penuh semangat, kami memainkan shuttlecock sebagai benda untuk melampiaskan tenaga kami yang kami simpan selama hari itu. Keterampilan bermain bad

Candi Borobudur (2)

(Lanjutan dari yang pertama ) Di depan kami, ada tangga. Tentu saja tangganya bukan buatan wangsa Syailendra  jaman dahulu, namun buatan modern. Kami pun naik dengan hati-hati, karena banyak orang yang foto-foto di tangga. Setelah sampai di perhentian pertama, kami pun berhenti sejenak, meletakkan payung kami yang sedari tadi kami bawa, dan berfoto di situ. Candi Borobudur memang terkenal dengan kebesarannya, sehingga kami bisa berfoto sepuasnya di manapun. Tentu saja, dengan memperhatikan keselamatan. Setelah puas berfoto, kami naik melalui tangga itu lagi. Kami pun sampai di bagian candi yang pertama. Namanya Kamadhatu. Tentu saja bagian pertama, yaitu Kamadhatu, ada dua tingkatan dan berbentuk bujur sangkar. Nah, waktu itu, kami sampai di tingkatan pertama. Kami berfoto-foto di situ. Relief yang ada di dinding candi sangatlah bagus. Kami menemukan banyak relief seperti kapal, manusia-manusia yang sedang melakukan aktivitas, bahkan relief kepala raksasa yang ada di sudut candi. S